Lombok adalah suatu pulau kecil yang memiliki letak geografis
berada di tengah-tengah dalam jajaran kepulauan Indonesia, masuk dalam
wilayah Nusa Tenggara Barat menjadi satu bagian dengan Pulau Sumbawa.
Secara kultural Lombok memiliki kultur perpaduan antara Jawa Bali dan
Bugis. Untuk wilayah Lombok Bagian Barat meliputi Lombok Tengah bagian
barat Lombok Barat, Kota Mataram dan Lombok Utara banyak terdapat
kemiripan dengan budaya Jawa dan Bali, sedangkan untuk wilayah Timur
banyak dipengaruhi oleh budaya Bugis dan Sumbawa.
Namun secara garis besar wilayah Lombok masih memiliki kemiripan tradisi
budaya antara yang satu dengan yang lain dan banyak berkiblat kebudaya
Jawa Bali. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh momen sejarah
tempo dulu
dimana waktu itu Raja Anak Agung Gede Ngurah dari Karang Asem Bali
mencoba untuk menguasai pulau Lombok dan menaklukkan kerajaan-kerajaan
yang ada di Lombok. Dari berbagai sumber sejarah dan
peninggalan-peninggal banyak ditemui nuansa dan corak Hindu Bali di
Lombok. Beberapa di antaranya adalah Taman Narmada,
Pure Miru, Taman Lingsar, Taman Suranadi dan beberapa tempat lainnya
yang sampai saat ini masih di pakai oleh umat Hindu Bali di Lombok
sebagai tempat persembahyangannya.
Sumber lain juga menyebutkan bahwa Lombok terpengaruh oleh budaya Jawa
pada zaman runtuhnya kerajaan Majapahit, ketika itu tidak sedikit dari
para prajurit dan pembesar kerajaan majapahit yang harus melarikan diri
dan tiba di Pulau Lombok.
Suku yang mendiami pulau Lombok itu sendiri bernama suku Sasak yang
sampai saat ini masih mengandung arti yang samar. Beberapa pakar bahasa
kuno dan sejarawan berusaha mengupas arti yang termaktub didalam kata
Sasak Lombok dan banyak pengertian yang bisa dikatakan semuanya benar. Walahualam.
Sebagai suku yang memiliki budaya, dalam tradisi sehari-hari, suku Sasak
Lombok seperti suku-suku lainnya yang ada di dunia ini, juga menjunjung
tinggi nilai kultural budaya mereka. Salah satu yang bisa kita lihat
dan sering kita temui adalah tradisi "Nyongkolan".
Nyongkolan berasal dari kata songkol atau sondol yang berarti mendorong dari belakang atau bisa diartikan secara kasar berarti menggiring (mengiring -pen) dalam bahasa sasak dialek Petung Bayan.
Nyongkolan adalah prosesi adat yang dijalankan apabila adanya proses pernikahan antara Laki-Laki (Terune) dan Perempuan (Dedare)
di dalam suku Sasak. Biasanya nyongkolan akan dilaksanakan setelah
proses akad nikah, untuk waktu bisa ditentukan oleh kedua belah pihak.
Ada yang meringkas dalam satu waktu ada pula yang akan melakukan
nyongkolan seminggu setelah proses akad nikah dilaksanakan.
Prosesi nyongkolan tidak akan bisa dilepas dari suatu kegiatan yang disebut "Begawe" (hajatan-pen).
Jadi prosesi nyongkolan akan dikategorikan sebagai suatu hajatan atau
Begawe. Pada jaman-jaman dahulu Begawe Nyongkolan akan dikemas dalam
suatu pesta hajatan yang sangat meriah dan di sebut "Begawe Beleq"
yang tidak sedikit mengeluarkan biaya. Dalam acara Begawe Beleq baik
pihak laki-laki dan perempuan masing-masing akan mempersiapkan segala
sesuatu untuk prosesi acara nyongkolan tersebut. Maka disini letak
kemeriahan dari acara tersebut, para tamu undangan akan di undang dua
atau tiga hari sebelum hari H tersebut, untuk melakukan kegiatan
memasakan nasi dan lauk pauk serta membikin jajanan pesta. Untuk
menghibur para tamu yang bekerja biasanyanya pemilik hajatan (Epen Gawe-pen) akan menyewa kesenian-kesenian tradisional khas Sasak seperti Gendang Beleq, Drama, Joget (sinden-pen)
dan sebagainya. Pada perjalanan acara ini akan terdapat tradisi-tradisi
kecil lagi yang di jalankan seperti Bisoq Beras yang diiringi oleh alat
musik tradisional acara Bisoq Beras merupakan tradisi pavorit para
Terune Dedare karena disini mereka bisa bercengkerama dan saling rayu, dan acara bikin Ares
.
Kembali ke Nyongkolan, setelah hari H tiba, pengantin laki-laki dan
perempuan akan diiring atau di giring atau diarak layaknya Raja dan
Permaisuri menuju kediaman keluarga pihak pengantin perempuan, pengiring
ini akan mengenakan pakaian adat sasak layaknya prajurit dan
dayang-dayang menghantar Raja dan Permaisuri sambil diiringi dengan
musik tetabuhan tradisional baik berupa Gendang Beleq, Gamelan Beleq, Kedodak, atau Tawak-Tawak malah sekarang ada namanya Kecimol dan Ale-Ale yang biasanya diiringi oleh penyanyi.
Sesampai dikediaman keluarga pengantin perempuan, pasangan pengantin
akan melakukan sungkeman untuk meminta do'a restu kepada pihak keluarga
juga sebagai tanda bahwa pihak keluarga sudah merestui untuk melepas
anak gadis mereka dan dibawa oleh suaminya.
Demikian sepenggal tradisi adat suku Sasak Lombok dalam melangsungkan
prosesi pernikahan, dan dari segi kultur atau budaya maka hal ini tidak
jauh-jauh dengan tradisi budaya Jawa dan Bali.
0 comments:
Post a Comment